Friday, August 08, 2008

Wajah : A.A Navis


A.A. Navis, dilahirkan Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924. “Robohnya Surau Kami” dan sejumlah cerita pendek lain penerima Hadiah Seni dari Departemen P dan K pada 1988 ini, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jepang, Perancis, Jerman, dan Malaysia. Cerpen pemenang hadiah kedua majalah Kisah di tahun 1955 itu diterbitkan pula dalam kumpulan Robohnya Surau Kami (1956). Karyanya yang lain: Bianglala (1963), Hujan Panas (1964; Hujan Panas dan Kabut Musim, 1990), Kemarau (1967), Saraswati, si Gadis dalam Sunyi (1970; novel ini memperoleh penghargaan Sayembara Mengarang UNESCO/IKAPI 1968), Dermaga dengan Empat Sekoci (1975), Di Lintasan Mendung (1983), Alam Terkembang Jadi Guru (1984), Jodoh (1998).
Penulis ‘Robohnya Surau Kami’ dan menguasai berbagai kesenian seperti seni rupa dan musik, ini meninggal dunia dalam usia hampir 79 tahun, sekitar pukul 05.00, Sabtu 22 Maret 2003, di Rumah Sakit Yos Sudarso, Padang. Indonesia kehilangan sastrawan fenomenal.
(Sumber : ensiklopedi tokoh) 

Wednesday, August 06, 2008

Andelisia Darmansius, Berusaha Sendiri Karena Tak Pernah Diberi Uang JajanBerusaha Sendiri Karena Tak Pernah Diberi Uang Jajan


Belajar di luar negeri dan hidup mandiri sambil mencari tantangan baru, itulah yang ada dalam benak Andelisia Darmansius saat memutuskan untuk melanjutkan studinya ke Malaysia. 

Lisia, panggilan akrab gadis cantik kelahiran Padang, 16 April 1989 ini memilih studi ke luar negeri karena ingin menggunakan kesempatan yang diberikan orang tuanya untuk hidup mandiri dan melanjutkan kuliah disana. 

“Awalnya aku sempat berpikir untuk masuk Kedokteran, tapi saat ada Education Fair di sekolah, aku tertarik untuk melanjutkan studi di HELP University College, Kuala Lumpur, Malaysia., biayanya terjangkau dan ada di pusat kota, mama juga mengijinkan untuk kuliah di sana asal jangan putus di tengah jalan. Jadi kesempatan ini kumanfaatkan dengan optimal,” ungkap Lisia. 

Saat kuliah Lisia tak canggung lagi menggunakan Bahasa Inggris, dan saat berkomunikasi sesama teman yang kebanyakan dari luar negeri seperti Libya, Kazaghstan, Uzbekhistan, Arab dan Eropa, maklum sejak SMP dia sudah kursus Bahasa Inggris. Meski demikian sesekali Lisia juga terkendala bahasa, karena terkadang bahasa dalam perkuliahan berbeda dengan percakapan sehari-hari. 

Selain kuliah, Lisia memanfaatkan waktu luangnya dengan bekerja sampingan atau part time job. “aku pernah kerja sampingan di restoran internasional yang menyediakan menu mewah, jadi waktu itu aku bisa berkomunikasi dengan pelanggan yang kebanyakan adalah orang bule. Biasanya part time pada hari Sabtu dan Minggu selama 8 jam per hari, lumayan gaji yang diberikan 1 jam adalah 4 sampai 5 Ringgit Malaysia. Selain kerja di restoran aku juga pernah kerja jadi penjaga toko. Dengan kerja sampingan aku dapat beragam pengalaman, dari menyajikan makanan sampai bagaimana menggaet pelanggan, “jelas Lisia. 

Anak pasangan Yosef Handi Darmansius dan Bestariyanti Purnama ini mengatakan bahwa ia merasa beruntung karena dididik agar tidak menjadi anak manja. “Mama tidak mau memberi uang jajan jadi aku mesti putar otak untuk mendapatkan uang, misal jual pulsa isi ulang, jual seprei atau jualan aksesoris buat HP. Untungnya lumayan. Modal ini aku dapat minjem dari mama, jadi harus dibalikin lagi,” ujarnya sambil terbahak. 

Awal kuliah, pada Agustus tahun lalu, Lisia sempat kangen rumah dan kesepian. Tapi ia harus menguatkan diri untuk mendapatkan kemandirian. Terbiasa diasah mandiri, Lisia sangat prihatin pada generasi muda saat ini, karena kebanyakan mereka masih memanjakan diri dengan orang tua sehingga belum bisa hidup mandiri dan tidak mau berusaha sendiri 

”Ada temanku kuliah, dia tidak mau ikut partime job karena alasan ada kuliah ato apalah, padahal kalo pengaturannya baik, pasti dia bisa part time di tengah jadwal kuliah yang padat. Tapi hatinya yang ga mau, ya ga punya waktu terus,” ulasnya. 
Melihat hal itu Lisia jadi ingat kata-kata mamanya bahwa jika anak dimanja maka tidak akan menjadi orang yang sukses. Jadi ia merasa beruntung dapat hidup mandiri tanpa mau bermanja-manja pada kedua orang tua. (dodo) , padangmedia.com



Friday, August 01, 2008

Sajak- Sajak

Abang
buat Beni Sumarna

Bang, sudah lama tak jumpa. Kali ini kacamatamu masih penuh inspirasi, dan masih dengan posisi andalan, duduk santai di trotoar.

Kuteriak sambil mendekati, saling diskusi ide baru, tanpa lupa menyakan kabarmu.
Apa masih seronok dan jorok.

Bang, kini kamu tak sendiri, hendak kutanya siapa gerangan dia
Diakah kembang yang tidak tertelan tsunami.

Wah, sinar itu berlari ke barat,
aku harus berpulang, masih banyak tugas menggunung.  

Taman Budaya, 2007  



Untitled

Aku membencimu
karena kamu 
pengobat rindu,
pencerah imajinasi.

Aku membencimu
karena kamu
penyegar dahaga,
penyejuk jiwa.

Aku membencimu
karena kamu 
inspirasiku.

INS, 2006



Delva

La, jangan di belakangku
kamu bukan pengikutku

La, jangan berdiri di depanku
kamu bukan rajaku

La, berdiri di sampingku
karena kamu lenteraku

Kafe INS- Padang, 2006


Datang

Dia datang atas dirinya
Kau datang atas dirimu
Aku datang atas diriku
Tak datang atas siapa

Padang, 2/02/08  




Guru Musa

Salamku buat keraguanmu
bersapa bijak dengan perahu
berbagi emas dengan lembu
diam saja dan membatu
jangan tanya apa maksudku

Padang, 2007 
 


Hasrat 

Panas hati ini kau belakangi
seakan aku memohon nafsu 
padahal ku hanya bertanya
siapa sebenarnya kamu 
 
Padang, 2007



Sumber : Singgalang Edisi Minggu, 3 Agustus 2008, Puisi Fernando Rio 

Lost on social

I run in time

go away from surface

sleep on sand in the night

after dig my own grave

no one can saw 

no one else 

prevent that,

cant wait

and

bleed